AMBON, SS38,- Pleno atau paripurna komisi-komisi sidang ke-38 Sinode GPM telah dimulai hari ini, Kamis (11/2) di Gedung Gereja Maranatha dengan presentasi awal oleh komisi I yaitu tentang ajaran Gereja Protestan Maluku (GPM).
Hasil pantauan lapangan, usai paparan hasil kerja komisi oleh ketua komisi Pdt J Titaley dari Klasis Masohi didampingi wakil ketua Pdt W.F Lesbassa Klasis Buru, sekretaris Pdt F Lakoruhut dari Klasis PP Obi dan waki sekretaris Pdt Ny Th Efendy/U asal Klasis Pulau Ambon Utara, 58 peserta dari 9 komisi berbeda langsung ajukan pertanyaan.
"Tadi dalam paripurna komisi, itu ada 58 penanya. Pertanyaan para peserta lebih banyak berkaitan yang paling krusial adalah penyebutan Allah dalam sapaan ibu. Yang sebetulnya ini dia berhubungan dengan tradisi-tradisi Gereja," tandas ketua komisi Pdt J Titaley usai paripurna.
Dari 58 penanya, kata Titaley, ada empat hal krusial yang perlu diperhatikan yakni sapaan Allah, Bapa dan Ibu yang sebetulnya juga sudah diterima oleh teologi feminis. Tetapi ini juga berkaitan dengan tradisi Gereja GPM. Kedua, tentang penumpangan tangan pendeta dan penatua.
"Memang ini juga berkembang dalam tradisi GPM tidak. Tetapi karena Gereja ini bertumbuh, ada Gereja-Gereja yang seazas seperti HKBP, GPIB yang juga para penatua atau Sintuanya lakukan penumpangan tangan. Semuanya melandaskan teologi/Alkitab. Tapi dalam kajian tradisi di GPM itu tidak. Jadi ini soal pemahaman saja dan sosialisasi," ujarnya.
Hal ketiga, sambungnya, tentang pernikahan dan perceraian, yang memang menjadi masalah krusial di jemaat-jemaat dan distresing para penanya. Keempat, mengenai perjamuan. Dimana GPM, ada dua sakramen yaitu baptisan anak dan perjamuan kudus, yang dipandang sebagai anugerah Allah.
Menurut Titaley, tim dalam menyelesaikan ajaran Gereja ini memandang bahwa ada tiga hal yang sangat perlu menjadi latar belakang yaitu Alkitab, tradisi Gereja dan konteks. Tiga hal ini yang mesti mendasari semua proses-proses ajaran Gereja ini.
"Jadi memang dalam tradisi Gereja dalam hal GPM ada yang tidak bisa dilepas pisahkan, tetapi ada juga perkembangan teologi. Karena teologi itu sendiri dia mengalami perubahan sesuai zaman. Proses dialog tradisi dan konteks ini yang menjadi berat sehingga belum semua diterima warga Gereja kita," pungkasnya.
Pleno komisi I ini masih akan dilanjutka Jumat (12/2) besok. (**)