JALAN DAMAI DI TANAH PAPUA:
PARIAMA MEMIMPIN SEKSI KHUSUS PAPUA
Masalah di Papua saat ini menjadi sorotan berbagai pihak di dalam dan luar negeri. Telah banyak cara yang diterapkan untuk menangani problem yang multidimensional di sana. Masalah Papua memang harus didekati dari dalam. Artinya bukan hanya pada bentuk-bentuk kasus yang terjadi dan mencuat di permukaan, tetapi harus ke kedalaman hati dan apa yang dikehendaki oleh orang asli Papua itu sendiri.
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) melalui Sidang Raya ke-17 di Waingapu, Sumba Timur, menjadikan masalah Papua sebagai masalah khusus yang dibahas pula dalam Seksi Khusus Papua. Seksi ini bertugas membahas masalah kemanusiaan di tanah Papua sebagai suatu pokok pikiran dan rekomendasi bagi PGI dalam membangun usaha-usaha penanganan secara gerejawi dan komprehensif.
Seksi ini dipimpin Pdt. W.B. Pariama, utusan Gereja Protestan Maluku (GPM) sebagai Ketua dan Pdt. Daniel Ronda sebagai Sekretaris Seksi. Komisi ini turut didampingi oleh Pdt. Dr. Karel Phill Erari, Pdt. Dr. Kadarmanto, Ronald Tapilatu (Desk Papua PGI) dan Eliakim Sitorus, serta beranggotakan 108 peserta.
Dalam bahasannya, Seksi Khusus Papua memandang bahwa gereja-gereja memahami percakapan menenai Papua hanya bisa dilakukan jika kita (gereja, red) berdiri kokoh, bersatu, mengandalkan TUHAN dan berpengharapan. Karena itu PGI harus bersikap secara jelas dan tegas terkait kebijakan negara terhadap masalah Papua dalam solidaritas bersama semua gereja anggota untuk mendorong jalan damai di tanah Papua. Sikap PGI itu didasarkan pada penghargaan atas harkat dan marabat kemanusiaan sehingga perlu ada pendekatan yang berorientasi pada kemanusiaan yang adil dan beradab, kejujuran sehingga semua masyarakat mendapatkan perlindungan yang sama dari negara dan bangsa Indonesia.
Dalam usaha mewujudkan Jalan Damai di Tanah Papua itu, Sidang Raya PGI mendesak agar Pemerintah harus melibatkan PGI dan gereja-gereja secara signifikan dalam resolusi konflik di tanah Papua.
Dalam menjawab beberapa pertanyaan dari peserta, Pariama menegaskan beberapa aspek yang penting dilihat secara lebih mendasar, termasuk eksistensi tanah, pangan lokal dan migrasi penduduk yang tidak terkendali di Papua, seperti juga tertuang dalam dokumen hasil kerja Seksi.
REKOMENDASI SEKSI KHUSUS PAPUA
Sidang Raya akhirnya menerima beberapa rekomendasi penanggulangan masalah Papua, antara lain: pertama, meminta Presiden Joko Widodo meresponi rekomendasi yang diusulkan Konferensi Gereja dan Masyarakat di Sorong pada tahun 2018. Kedua, meminta pemerintah mengutamakan pendekatan kemanusiaan dan nir-kekerasan daripada pendekatan keamanan. Ketiga, mendesak pemerintah membebaskan tapol Papua dan mengembalikan mereka serta menghentikan penangkapan aktivis kemanusiaan dan aktivi HAM Papua di tanah Papua maupun di luar Papua. Keempat, mendesak kelompok-kelompok milisi seperti merah putih harus dibubarkan.
Selain itu, Sidang Raya juga meminta Presiden Joko Widodo menggunakan langkah-langkah fundamental untuk “memenangkan hati” orang Papua sesuai amanat UU Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua, serta mendorong dialog Papua-Jakarta yang komprehensif dan bermartabat dengan memastikan prinsip kejujuran, kesetaraan dan keadilan melalui meja perundingan.
Secara khusus kepada gereja-gereja di Indonesia, Sidang Raya merekomendasikan agar gereja turut memberi ruang bagi generasi muda/milenials Papua dan perempuan pemimpin Papua untuk ikut memberi kontribusi penyelesaian masalah, termasuk di dalamnya melibatkan dan meningkatkan kapasitas mereka sebagai mediator dan negosiator dialog.
Secara umum dari hasil Seksi Khusus ini, diharapkan agar masalah Papua dan semua masalah kemanusiaan di Indonesia dijadikan perhatian bersama gereja-gereja di Indonesia serta dijadikan affirmative action bersama dan oleh pemerintah terhadap warganya sendiri.
-----------
Penulis : Pdt. Elifas. Maspaitella